Video Game Senior4d – Alat Pelatihan untuk Angkatan Darat

Bayangkan jika bagian dari persyaratan pelatihan kerja Anda termasuk bermain video game? Kelihatannya lucu? Bagi anggota militer muda yang memiliki pengalaman bermain jauh sebelum mereka lulus SMA, ini adalah fakta yang menyenangkan.

Bermain video game bukan lagi sekadar untuk bersenang-senang. Pihak militer telah menyadari bahwa alat-alat tersebut bukan hanya merupakan alat pelatihan yang berguna, namun juga alat rekrutmen yang efektif. Bagi banyak anak muda, kesempatan untuk bekerja dan diperlihatkan video-video menakjubkan tentang perang pasti terasa seperti mimpi yang menjadi kenyataan.

Para prajurit yang dilatih saat ini adalah anak-anak era digital. Inilah anak-anak yang tumbuh besar dengan bermain Game Boy. Pelatihan militer jenis ini bukanlah hal baru. Simulator penerbangan digunakan pada tahun 1940-an untuk melatih Senior4d calon pilot. Teknologi game yang canggih saat ini telah memberikan pelatihan pandangan yang lebih realistis tentang seperti apa perang itu. Angkatan Darat juga memiliki Kantor Proyek Pelatihan dan Kepemimpinan Permainan yang dikenal sebagai TRADOC. Mereka menambahkan beberapa aksi video game dan sensasi ke dalam simulasi mereka untuk menarik para remaja putra berusia antara 19 dan 20 tahun yang bertugas di layanan tersebut yang sudah kecanduan bermain di luar layanan. Orang-orang yang mengembangkan video game dipekerjakan oleh militer untuk membuat game yang ditujukan untuk tujuan pelatihan militer. Jenis pelatihan ini diyakini dapat meningkatkan dan meningkatkan koordinasi tangan-mata.

Tentara terkenal suka bermain video game selama waktu senggang mereka. Ini adalah salah satu kegiatan rekreasi favorit mereka. Beberapa benar-benar kecanduan. Salah satu favoritnya adalah game first-person shooter terlaris yang disebut Halo 2. Dan meskipun pelatihan langsung di lapangan sangat penting, Angkatan Darat percaya bahwa simulasi dunia maya juga penting. Beberapa tentara melaporkan bahwa selama pertempuran mereka merasa seperti sedang memainkan salah satu video game populer mereka. Batasan antara kenyataan dan fantasi terkadang menjadi kabur. Ada tentara yang menyadari bahwa bermain game seperti Halo dan Call of Duty memungkinkan mereka tampil dalam situasi pertempuran nyata.

Senjata yang digunakan dalam permainan ini adalah replika virtual dari senjata yang digunakan oleh tentara di Irak. Karena tentara masa kini lebih berpengetahuan tentang senjata dibandingkan pendahulunya, pelatihan mereka menjadi lebih mudah. Hal ini disebabkan oleh fakta bahwa mereka tumbuh dengan penembak orang pertama jauh sebelum mereka bergabung dengan militer. Kemampuan untuk menembak dan meledakkan orang, benda, monster, dll., di dunia video game realitas virtual, membantu tentara generasi ini merasa tidak terlalu terhambat ketika mengarahkan senjata aslinya ke musuh sebenarnya.

Tujuan seorang prajurit dalam perang dan saat bermain video game adalah sama: membunuh lawan dan tetap hidup. Jelas sekali, peperangan sesungguhnya bukanlah pengalaman yang sama yang ditemui di dunia realitas virtual. Video game tidak dapat mempersiapkan tentara menghadapi kengerian pertempuran dan kematian orang tak berdosa. Hal ini mungkin membantu mereka menjadi penembak yang lebih baik, tetapi trauma emosional mungkin sulit untuk diatasi dan dihindari. Permainan itu menyenangkan karena tidak nyata. Dalam perang, tentara tidak bisa begitu saja menekan tombol restart dan memulai permainan baru.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *